Konsep Pengakuan Hak Asasi Manusia
Hak
asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia secara
kodrati yang bersifat universal. Oleh karena itu hak asasi manusia harus dilindungi,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun (Agus Santoso, 2012 ; 138).
Penegakan hak asasi manusia merupakan mata rantai yang tak terputus dari
prinsip demokrasi, negara hukum, dan kedaulatan rakyat. Pemerintahan yang
demokrasi dan berkedaulatan rakyat mustahil dapat diwujudkan bila tidak
menegakkan hak asasi manusia.
HAM
sudah menjadi perhatian dunia setelah Perang Dunia II dengan disepakati Universal Declaration of Human Rights oleh
negara-negara Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948. Momen
inilah yang menyebabkan setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak
Asasi Manusia. Adapun Universal
Declaration of Human Rights dimaksud untuk memberikan acuan bagi penegakan
HAM bagi masing-masing negara di dunia.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi dan mengakui HAM. Kehadiran
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia memberikan
penegasan pemerintah Indonesia dalam meberikan pengakuan bagi HAM. Adapun
materi pengakuan HAM dalam undang-undang tersebut adalah :
- Hak-hak asasi pribadi (personal rights), meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan untuk memeluk agama;
- Hak-hak ekonomi (property rights), meluputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta menikmatinya;
- Hak-hak politik (political rights), meliputi hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam Pemilu), dan hak untuk mendirikan partai politik;
- Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality);
- Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights), meliputi hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan;
- Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights), meluputi hak-hak saat dilakukan penahanan, penangkapan, penggeledahan.
Pergerakan Isu Pelanggaran HAM
Penegakan
Ham tidak dapat terpisah dari kepentingan penguasa. Hal ini seringkali
menjadikan isu-isu penegakan HAM sebagai komoditas politik. Sebagai contoh
penyelengaraan pemilihan presiden tahun 2014. Salah satu calon presiden dalam
berbagai kesempatan seringkali “dipojokkan” dengan isu-isu pelanggaran HAM
berat pada Mei 1998 (sumber : www.voa-islam.com). Bahkan
calon presiden tersebut juga dituntut untuk bertanggung jawab atas pelanggaran
HAM masa lampau tersebut.
Bukan
saja pada pemilihan presiden tahun 2014, hingga saat ini isu-isu pelanggaran
HAM seringkali didengungkan dalam praktek politik. Dapat kita contohkan, calon
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, yang dinilai melanggar HAM oleh berbagai
kalangan aktivis HAM saat melakukan relokasi warga guna normalisasi
sungai-sungai di Ibukota (sumber : www.cnnindonesia.com).
Bahkan penerbitan pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang jalan Tanah
Abang juga dinilai juga melanggar HAM (sumber : megapolitan.harianterbit.com).
Beberapa
contoh isu-isu pelanggaran HAM diatas memberikan gambaran bahwa isul
pelanggaran Ham seringkali dibenturkan dengan kepentingan politik penguasa.
Bahkan isu-isu pelanggaran HAM tidak jarang menjadi “senjata” bagi lawan
politik untuk melakukan kampanye hitam (black
campaign).
Keluar
dari dinamika politik diatas, isu-isu HAM juga seringkali dimaknai secara
sebagian dan tidak menyeluruh elemen-elemen masyarakat. Sebagai contoh, aksi
demontrasi buruh yang selalu terjadi setiap tahun untuk meminta kenaikan upah
minimum. Aksi demontrasi tersebut “seolah-olah” menjadi agenda tahunan
organisasi buruh untuk memobilisasi buruh untuk melakukan demontrasi (sumber : metro.tempo.co).
Kritik Terhadap Isu-Isu HAM
Pemaknaan
HAM secara sebagian dan tidak menyeluruh yang dimaksud penulis pada pernyataan
diatas yakni : terdapat elemen dalam penegakan HAM yang hilang dan
terlupakan. Elemen yang dimaksud adalah
Kewajiban Asasi Manusia. Konteks pembahasan HAM selalu mengedepankan hak-hak
asasi manusia. Dalam konteks yang sama, penegakan HAM bahkan mengabaikan
kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Bukankah kita harus menjalankan kewajiban
terlebih dahulu, kemudian menuntut hak?
Setiap
manusia seharusnya melaksanakan kewajiban terlebih dahulu dan kemudian meminta
hak. Hal inilah yang menurut hemat Penulis seringkali diabaikan oleh
aktivis-aktivis penegakan HAM dan pemerintah. Konteks
pengabaian KAM oleh aktivis-aktivis HAM dan pemerintah akan diuraikan Penulis
sesuai dengan isu-isu pelanggaran HAM yang telah disebutkan diatas, sebagai
berikut :
- Pengabaian ini bermula dari penegasan HAM melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia oleh pemerintah. Undang-undang ini memberikan penegasan bentuk-bentuk HAM yang dakui dan dilindungi oleh negara. Guna membangun hukum yang seimbang (antara hak dan kewajiban), seharusnya pemerintah juga membentuk satu undang-undang khusus Kewajiban Asasi Manusia (KAM). Jikalau khawatir pembahasan mengenai kewajiban asasi manusia ini meluas dan memberatkan masyarakat Indonesia, maka pemerintah dapat mengacu pada undang-undang yang telah ada (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia).
- Pandangan aktivis HAM bahwa penertiban pedangang kaki lima di Tanah Abang melanggar HAM harus dikaitkan kembali kepada Kewajiban Asasi Manusia (KAM). Bagaimana seseorang yang melakukan usaha diatas lahan yang tidak diperuntukkan untuk usaha? Apakah pedangan kaki lima di Tanah Abang yang ditertibkan telah memiliki izin usaha untuk berdagang di lokasi tersebut? Hal ini tentu harus membuka dan mengingat kembali bentuk-bentuk kewajiban pedagang untuk dapat berusaha di suatu tempat.
- Sama halnya dengan pedagang kaki lima, warga-warga yang direlokasi akibat normalisasi sungai di Ibukota seharusnya mengingat kembali kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi untuk menempati suatu pemukiman. Segala aspek perizinan dan keabsahan hak atas tanah tentu harus diperjelas agar tidak mengalami relokasi.
- Buruh yang melakukan demonstrasi setiap tahun memang bukan merupakan satu pelanggaran. Penulis menyadari bahwa hak-hak buruh untuk mengemukakan pendapat harus diakui dan dihargai. Terkait dengan pelaksanaan demonstrasi tersebut, seharusnya organisasi buruh juga turut mendorong dan mensosialisasikan bentuk-bentuk kewajiban buruh di perusahaan masing-masing. Kemudian waktu pelaksanaan demonstrasi juga seharusnya diperhatikan oleh organisasi buruh. Realitas demontrasi buruh saat ini adalah telah melakukan tuntutan hak jauh hari sebelum keputusan pemerintah terkait penentuan upah minimum. Bentuk-bentuk perhatian yang diuraikan Penulis seharusnya diperhatikan oleh organisasi buruh sebagai bentuk Kewajiban Asasi Manusia (KAM).
Agus Santoso, Hukum, Moral, dan
Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta : Kencana Preneda Media Group,
2012), hlm. 138.
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/06/28/31184/prabowo-sang-penculik-pelanggar-ham-nomor-wahid/#sthash.xzzuMs7i.dpbs diunduh tanggal 01 Oktober 2016.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151121142454-20-93124/lbh-ahok-lakukan-dua-pelanggaran-ham-saat-jadi-gubernur/ diunduh tanggal 01 Oktober 2016.
http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2015/05/25/29750/18/18/APKLI-Penggusuran-PKL-Melanggar-HAM diunduh tanggal 01 Oktober 2016.
https://metro.tempo.co/read/news/2016/09/29/083808242/ribuan-buruh-berunjuk-rasa-serentak-di-sejumlah-wilayah diunduh tanggal 01 Oktober 2016.